Sabtu, 14 November 2009

STOP Menabung (Uang)!!

Seorang teman kantor bercerita tentang rumah type 21 yang ditempatinya. Dulu dibelinya rumah itu dengan cara kredit sejak tahun 1994. Kredit selama 15 tahun itu akan selesai bulan Desember 2009 ini. Dan cicilan per bulan yang harus dibayarkannya adalah Rp 35.000,00 (tiga puluh lima ribu rupiah). Ehm.. murah sekali bukan? Kalau saat ini, uang sejumlah itu hanya cukup dipakai makan selama 3 hari.

Tapi coba kita lihat ke belakang, di tahun 1994. Waktu itu, gaji teman saya baru sebesar Rp 150.000,- per bulan. Jadi keputusan untuk mengambil kredit rumah sebesar 23% dari gajinya, adalah keputusan yang memiliki konsekuensi berat yang bisa dibilang memaksa, demi cita-cita memiliki rumah sendiri.

Hingga cicilan kredit rumah selesai bulan depan, teman saya tersebut akan mengeluarkan uang total sebesar Rp 6.300.000,- (enam juta tiga ratus ribu rupiah). Secara matematis tidak ada yang salah dengan pembelian yang dilakukannya. Tetapi coba kita lihat, rumah type 21 yang dibelinya memiliki luas tanah 200m2, dimana belum lama berselang, tetangganya menjual rumah dengan type yang sama seharga Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), itupun dijual cepat karena perlu uang.

Dengan asumsi nilai rumah teman saya sama nilainya dengan rumah tetangganya yang dijual, maka teman saya paling tidak memiliki kekayaan senilai Rp 50.000.000,- dari investasi sebesar Rp 6.300.000,- yang dikeluarkannya, atau sebesar 8 kali lipat dari investasi!
Lalu apanya yang salah? Tidak ada yang salah, tetapi jika dengan uang yang sama, teman saya menyimpan/menabung uang di bank sebesar Rp 35.000,- per bulan selama 15 tahun. Taruh kata, bunga simpanan 10% per tahun, jika dihitung kasar maka di akhir tahun ke-15 dia akan memperoleh uang Rp 9.450.000,- (sembilan juta empat ratus lima puluh ribu rupiah) bahkan mestinya kurang dari itu. Lalu bandingkan dengan nilai properti yang dibelikan rumah di atas, nilai akhirnya hanya seperlimanya.

Kesalahan terbesar yang mungkin kita (saya juga masih melakukan kesalahan yang sama), lakukan adalah jika kita menabung dana kita dalam bentuk uang. Perlu anda cermati, uang kertas yang kita miliki, baik bahan, biaya cetak (ongkos produksi) dan lain-lain dijumlahkan, nilainya tidak akan sebesar angka yang tertera di sana. Disamping itu, sebenarnya nilai mata uang kita, ditentukan oleh faktor politis yang naik turun tergantung supply dan demand perdagangan mata uang antar negara. Uang fiat (uang kertas) juga terkena dampak dari inflasi, yang akan memperkecil nilai tukarnya.

Jadi, wake up!! - bagi anda yang sudah memiliki penghasilan, dan sedang menyisihkan dana untuk kebutuhan di masa datang, jangan sekali-sekali simpan uang anda dalam bentuk uang, baik itu tabungan, deposito, reksadana atau apapun yang memberikan imbal balik berupa uang (nominal uang). Pindahkan simpanan jangka panjang anda ke dalam komoditi yang memiliki nilai intrinsik. Minimal kekayaan anda tidak dirampok oleh penjahat inflasi, syukur-syukur kalau malah nilainya semakin berkembang. Contohnya, anda investasikan dalam properti seperti ilustrasi di atas tadi, atau dibelikan komoditi semacam emas, atau bisa juga lahan pertanian untuk ditanami tanaman keras.

Selamat berinvestasi.

Kamis, 12 November 2009

Tabungan Emas - Alternatif Simpanan Tahan Inflasi

Lonjakan harga emas sejak akhir bulan Oktober 2009, meskipun sudah diprediksi, begitu dramatis. Harga yang semula bertengger di kisaran 1030USD per troy ounce, melejit pada kisaran 1110USD per troy ounce.
Banyak orang menyadari bahwa emas adalah salah satu investasi yang aman, dan dalam jangka panjang sudah bisa dipastikan akan memperoleh keuntungan dari harga emas yang memiliki tren naik.
Emas di Indonesia secara resmi dikelola oleh PT Logam Mulia, yang memproduksi emas batangan dengan ukuran 2gr, 2.5gr,3gr, 5gr, 10gr, 25gr, 50gr, 100gr, dan 1000gr, yang informasi berat dan harganya bisa dicek(disini). Prosedur pembelian di sana agak ribet, karena setelah transfer uang senilai pecahan yang akan dibeli, pembeli harus datang sendiri ke Kantor PT Logam Mulia di Pulogadung Jakarta untuk mengambil emasnya dengan menunjukkan bukti transfer. Tentunya tidak praktis -secara biaya juga tidak ekonomis karena harus nambah ongkos transport - terutama bagi para gold bug yang tinggal di luar Jakarta.
Toko emas di kota-kota seluruh Indonesia, ada juga yang menyediakan emas batangan berbagai ukuran, sesuai pesanan. Tetapi secara harga, ada tambahan sekian persen dari harga resmi Logam Mulia (bisa sampai 5%) sebagai margin keuntungan dan biaya kirim ke lokasi.
Jadi, kita menghadapi dua masalah, pertama berat emas batangan yang dibeli agar tercapai nilai ekonomis pengiriman minimal - katakan 10gr.Yang kedua, harga emas untuk membeli dengan berat minimal tersebut tentunya perlu dana yang tidak sedikit, taruh kata harga per gram Rp 340.000,- sudah terlihat berapa dana yang harus disiapkan.
Mari kita urai harga yang harus kita bayar untuk investasi emas kita.
1. Harga emas per gram, sudah tertentu dan berubah setiap hari sesuai harga emas dunia
2. Ongkos cetak, sudah pasti untuk berat tertentu. Semakin besar berat pecahan emas batangan, ongkosnya (relatif) semakin murah.
3. Biaya kirim / transport jika anda berada di luar Jakarta.

Biaya 2 dan 3 merupakan fixed cost yang harus dibayar dan nilainya tetap (tentunya sebelum ada perubahan - meski tidak terlalu dinamis, atau dalam interval yang panjang). Tetapi tidak dengan harga emas itu sendiri. Jika diamati, harga emas berfluktuasi dari waktu ke waktu dengan satuan detik, mengikuti fluktuasi harga di bursa perdagangan dunia. Untuk itu, otoritas seperti Logam Mulia, menentukan harga standar harian yang berubah-ubah pula, bisa naik, bisa turun.

Masalah lain, tidak semua dari kita bisa menyediakan dana yang cukup besar (dalam ilustrasi di atas 3juta sekian) untuk membeli emas 10 gram. Mungkin saja anda bisa menyisihkan uang Rp 350.000,- per bulan, sehingga dalam sepuluh bulan terkumpul uang Rp 3.500.000,-. Tetapi harus diingat, belum tentu harga emas 10gr pada bulan ke sepuluh masih sama dengan harga pada bulan pertama.Kenaikan harga emas bisa mencapai 26% per tahunnya. Jadi kalau di bulan pertama harga masih Rp 340rb /gr, pada bulan ke sepuluh bisa jadi sudah mencapai Rp 408rb/gr, artinya uang yang anda tabung tidak mencukupi.

Jadi memang yang paling aman adalah, uang yang anda sisihkan per bulan langsung dibelikan emas,dengan pembelian minimal 1 gram.
Dengan pembelian per gram, anda bisa mengambil keuntungan dari fluktuasi harga emas. Lihat Ilustrasi berikut (harga emas selama 2009):
Pembelian ke-1;1 gram; Harga Rp 276.556,-
Pembelian ke-2;1 gram; Harga Rp 297.292,-
Pembelian ke-3;1 gram; Harga Rp 282.252,-
Pembelian ke-4;1 gram; Harga Rp 275.720,-
Pembelian ke-5;1 gram; Harga Rp 287.113,-
Pembelian ke-6;1 gram; Harga Rp 286.202,-
Pembelian ke-7;1 gram; Harga Rp 290.152,-
Pembelian ke-8;1 gram; Harga Rp 285.746,-
Pembelian ke-9;1 gram; Harga Rp 301.317,-
Pembelian ke-10;1 gram; Harga Rp 320.230,-
Total Pembelian Harga Rp2.902.585,-
terlihat secara rata-rata anda membeli emas seharga Rp 290.258,- /gr, dengan ditambah ongkos cetak Rp 77.000,- (untuk 10gr emas batangan) dan biaya kirim ke lokasi anda, masih lebih murah jika dibandingkan dengan pembelian sekaligus emas 10gr pada harga di bulan ke 10 yang Rp 320.230,- /gr - dan terlepas dari itu, anda bisa melakukannya dari uang yang disisihkan dalam 10 bulan.
Menarik, bukan?